Kamis, 08 Mei 2014

Kereta Ke Surabaya ...


Kereta ke Surabaya …

KA KERTAJAYA …

Segala macem barang buat 10 hari kedepan udah gue masukin ke dalem tas carir, dari mulai baju, celana, kancut, foto mantan, kenangan sama gebetan, dan tak lupa sikat gigi. Fisik dan mental gue udah siap buat perjalanan ini, siap buat ngadepin arek-arek Surabaya, ikutan demo di Makassar, Belanja diskonan sama ibu-ibu di Mall, Balapan sama kuda di Bulukumba.

Kami berangkat dari stasiun Tawang, Semarang sekitar pukul 10.00 WIB. Tiket kereta yang udah di beli didhut 5 hari yang lalu membawa kita ke Surabaya naik Kerta Jaya. Kereta kelas Ekonomi AC ini lumayan padat, punuh sesak, banyak orang yang udah terkapar pulas dengan kaki selonjoran seolah-olah kursi itu punya bapaknya. Dan ternyata di kursi tempat kami dudukpun demikian, ada mas-mas dengan pulasnya tidur dengan posisi yang super enak, kaki ngangkang, mulut kebuka, entah lagi mimpi apa dia sekarang, yang jelas kami harus duduk.

“Mas, bangun mas udah sampe Semarang” kata gue ngebangunin mas-mas yang lagi tidur.

“Kenapa mas? saya kan turun di Surabaya”, kata dia setengah sadar.

“Mas, bangun … ini tempat kami mas !”, kata gue sambil ngebanting carir ke badannya.

”Maaf mas maaf, saya pindah kok”, kata dia sambil bawa koper balik ke mamaknya.

Akhirnya kami bisa duduk dengan tenang sekarang, menikmati kursi tegap hampir 90 derajat dengan AC yang beralih fungsi jadi penghangat ruangan, karena numpuknya orang-orang disini. Gue, Didhut, Eria, dan Rentong duduk dalam dua kursi yang saling berhadapan, sedangkan MIU dia duduk jauh dibelakang kursi kami, apa daya gak ada yang bisa kami lakuin selain ngusir MIU dari peradaban ini.

Akhirnya bunyi khas dari keretaapi pun berbunyi … “Teng nong neng neng, teng nong neng neng 2x" suara itu mirip suara jam dinding rumah tua nenek gue, yang biasanya berbunyi jam 12 malem tepat dan membuat bulukuduk merinding #mitos. Kereta api Kerta Jaya tujuan Surabaya Pasar Turi akan segera diberangkatkan, para penumpang segera naik ke dalam kereta” Suara masinis terdengar seperti suara yang jual tahu pake toa.

Semarang-Surabaya ditempuh sekitar 5 jam, "What must we do for kill the times ?", sebenernya gue bete kalau kayak gini ceritanya, duduk tegap tanpa bicara sedikitpun. Akhirnya UNO sang pemecah kebeteanpun keluar dari kantong kecil tasnya rentong, semuanya antusias buat maen ini kartu sambil ngemil enak. Lantas gimana kabar MIU ? … MIU aman terkendali, dia mutusin buat selonjoran di lantai deket sama pintu gerbong, entah apa yang ada di otak dia sampe bangku yang udah dia bayar direlain buat orang lain selonjoran.

Gak ada pemandangan yang bisa gue lihat dari jendela, semuanya begitu gelap. Kartu UNOpun kami mainkan dengan peraturan yang kalah harus dikasih “Fresh(s)care” minyak angin dengan gambar Agnes Monica ini berubah menjadi menakutkan, karena peraturan yang kami buat hanyalah menyiksa diri sendiri. Yang kalah dioles minyak angin ini di bagian atas mulutnya, “Semoga gua menang …” saut do’a gua dalam hati supaya enggak kena Minyak angin menakutkan.

Beberapa ronde udah berlalu, dan yang jadi korban cuma Eria dan Rentong, sedangkan Didhut sama gue cuma ngeliat mereka nahan panasnya siksaan yang dikasih sama minyak angin itu. Kemana MIU?, akhirnya setelah beberapa saat dia ikutan gabung sama kami buat maen UNO dan ikutan ngabisin cemilan dari dalem kantong kreseknya Eria.

Semua orang nampak sudah tertidur pulas, yang kedengeran cuma suara berisik kita yang lagi asik maen kartu dan dengkuran dari penumpang lain yang nampaknya kelelahan. Setelah puas maen kartu beberapa jam, rasa kantuk mulai menerpa kami, permainan yang tadinya asik berubah jadi remang-remang, akhirnya pertarunganpun dihentikan.

Posisi tidur kami atur dengan beberapa variasi, dari mulai kaki saling nyilang, sampe kepala saling nyender, sedangkan MIU asik dengan dunianya sendiri, dia akhirnya menemukan tempat yang pas buat hibernasi. Penumpang di kursi C1 sudah turun distasiun sebelumnya, tempat itu akhirnya dipake MIU buat tidur lelap tanpa dosa memejamkan mata dengan badannya yang menuhin satu kursi panjang itu.

“Selamat datang kepada penumpang kereta Kerta Jaya di Stasiun Pasar Turi - Surabaya, terimakasih telah menggunakan layanan transportasi kereta PT PJKAI”, suara merdu operator itu menandakan bahwa kini gue udah sampe di Kota Pahlawan, Surabaya. Waktu masih menunjukkan jam 03.15 WIB, itu artinya matahari masih tidur dan mata gue juga minta jatah tidur tambahan. K21 jadi tempat kami singgah, menunggu travel yang kami pesan hari kemaren, yang akan menjemput kami untuk mengantar menuju kediaman Osa.

Kursi menjadi Surga saat kasur tiada, dengkuran itu mencerminkan betapa kerasnya badan bekerja duduk di kursi tegap keretaapi Kerta Jaya. Tapi sudahlah, nikmati dan syukuri “gumaman gue dalam hati”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar