Rabu, 10 Desember 2014

Pendakian Gunung Kerinci 3805 Mdpl

PENDAKIAN GUNUNG KERINCI 3805 Mdpl

"Puncak bukanlah tujuan, melainkan bonus dari sebuah perjuangan. Apalah arti pencapaian jika jiwa terancam, maka keselamatan adalah segalanya, pergi begitupun pulang, semuanya harus dalam kondisi yang sehat, baik raga, jasad, maupun rohani, karena orang yang kita sayangi sudah menunggu dirumah. Mencintai dan menjaga alam adalah sebuah keharusan, tapi menjaga diri, sikap dan perilaku adalah tanggung jawab besar kita sebagai Manusia"-Geopacker.

image

Kawah Gunung Kerinci …

14 Agustus 2014 perjalanan itu dimulai … Petualangan baru sudah ada didepan mata, mencoba menikmati gunungapi tertinggi di Indonesia, yang tak lain merupakan atap Pulau Sumatera, Gunung Kerinci 3805 Mdpl menjulang tinggi dengan gagahnya. Keinginan tetaplah keinginan, jika Tuhan berkehendak maka semuanya akan berjalan, dan jika tidak berjalan, percayalah akan ada hal baik yang sudah di persiapkan oleh Nya.

5 Agustus 2014, Rumah Sakit, Cikampek, Jawa barat.

Pagi itu setelah dua pendakian yang melelahkan "Papandayan dan Cikurai, Jawa Barat, Tektok 2 hari 2 Gunung" akhirnya gua terkapar lemas dengan infus di lengan, hari ini gue harus menerima kenyataan kalau gue dikabarkan dokter terkena tyfus, dan itu artinya gue harus istirahat total 2 minggu ke depan.

Faktanya adalah tanggal 14 Agustus ini 1 kursi pesawat udah gue pesen buat ngebawa gue terbang menuju Jambi. Apa gue harus melanjutkan trip ini atau mengurunkan niat buat berangkat dan tidur santai dirumah?

8,9,10,11,12,13 Agustus 2014, Kamar Tidur.

Masih ditempat yang sama, dengan pola hidup yang sama, minum obat, makan, tidur, berdo’a, cuma itu aktivitas yang gue lakuin seminggu belakangan ini, berharap badan bisa cepet fit.

13 Agustus 2014, demam gua udah turun, artinya ini kabar baik buat gua,walau badan masih sempoyongan, kepala masih pening, yang penting gue udah sedikit sehat, walau belum sembuh total.

Dengan sedikit menaikan mental, gua meminta izin sama ayah dan ibu supaya bisa berangkat esok hari, walaupun gua juga tau resiko apa yang bakal gua terima kalau maksa berangkat dengan keadaan kayak gini, kalau enggak sembuh???, ya …. sakitnya makin parah.

Tapi keinginan tetap keinginan, orang tua gua gak bisa nolak permintaan gua, cuma tentu gua harus tau diri kalau sekarang kondisi gua masih belum fit, jadi gua harus ikutin peraturan yang ada, makan teratur, minum obat teratur, jangan kecapean, pokoknya kali ini gua dituntut buat sayang sama badan gua sendiri, walau faktanya gua bakal uji ketahanan tubuh di pendakian ini.

14 Agustus 2014, Bandara Soekarno Hatta. Berangkat !!!

Perjalanan kali ini gue ditemani 3 Dokter, tepatnya 1 Dokter dan 2 Calon Dokter. Ke-3 orang ini adalah Mahasiswa Kedokteran terkemuka di Makassar.Mereka mempunyai hobi yang sama, membantu orang dan mencintai jagad raya. Mereka adalah Ka Rifal, Harlan dan Fadhil.

Bandara Soekarno-Hatta, 14 Agustus 2014, 11.20 WIB

Dengan 4 Maskapai berbeda akhirnya kami berangkat menuju Bandara Sultan Thaha, Jambi. Waktu tempuh Cengkareng - Kabupaten Jambi adalah 1.5 jam, jadi duduk santei dan berdo’a semoga selamat sampai tujuan. Bismillah.

image

Berangkat …

image

Duduk Manis …

image

TouchDown …

Bandara Sultan Thaha, Kabupaten Jambi 12.15 WIB

Yang tiba pertama di lokasi adalah gue, abis itu Fadhil, Harlan, baru ka Rifal. Setelah ini kami mau istirahat sejenak di rumah temen gue yang tinggal Jambi, lumayan lah ya kebetulan dia lagi libur. Gue mau ngerepotin dia sembari nunggu travel yang bakal jemput jam 18.00 WIB nanti.

Istirahat sejenak di Rumah andri, dia adalah temen gue dari Jurusan Geologi di salah satu Universitas yang ada di Bandung. Sambil silaturahmi, istirahat, ngecharger, sambil makan gratis… hahaha. Pokoknya repotin temen lah selagi sempet.

Perjalanan 12 Jam Kabupaten Jambi - Kerinci, 18.20 WIB

Gue kebagian tempat duduk paling belakang, bertiga sama Harlan dan ka Rifal, sedangkan Fadhil duduk manis nemenin sopir sepanjang perjalanan dengan jendela terbuka dan angin yang menghembus kencang “masuk angin, mampus luh dhil …”.

Malem itu kami kebanyakan tidur dari pada merhatiin jalan, apa yang bisa diliat selain gelap, yasudahlah mending tidur, rehatin badan.

Tugu Macan, 15-Agustus-2014, 08.00 WIB

12 Jam perjalanan akhirnya sampe juga di lokasi, kami akhirnya sampai di pasar kabupaten Kerinci, dari situ kami naik angkot sampe Tugu Macan yang merupakan titik pertama pintu gerbang pendakian Kerinci. Lumayan murah, Rp.15.000/orang.

image

Mentari Pagi Bersinar Lagi …

image

Itu Kerinci Ketutupan Awan … Subhanallah.

image

Tugu Macan … (Rifal, Harlan, Fadhil, Gue “Rafli”) …

image

Team Work …


image

Siap Berangkat …

Dengan ditambah 3 teman baru kami siap berangkat.

3 temen baru itu 2 diantaranya adalah perempuan, lumayan lah ada pemanis buatan, panggil aja mereka Iim dan Tiwi, 1 lagi adalah makhluk yang seharusnya di lenyapkan dari muka bumi, tapi kalau gak ada dia perjalanan ini mungkin bakal kerasa sepi, panggil aja cah tengil ini dengan nama Yonggi “mungkin kalian kenal dia???”.

image

Siap Berangkat

Biaya sewa mobil dikenakan tarif Rp.10.000/orang, ya setidaknya hemat tenagalah …, soalnya kalau jalan kaki mungkin 2 jam baru nyampe pos pendakian dengan bawaan yang banyak ini.

Sebelum pendakian pastinya kita harus registrasi dulu di posko, nah untuk kali ini dikenakan tarif Rp.3.500/Orang, Lumayan murah lah ya.

Pintu Selamat Datang Gunung Kerinci, 09.45 WIB

image

Lanjut Boy …

image

Taman Nasional Kerinci Seblat …

image

Pintu Rimba …

image

Hutan Hujan …

Mungkin ini alasan dibilang rimba, jelas aja, hutan disini merupakan hutan basah, dimana intensitas ujan cukup tinggi, beceklah sudah. Pohon ditempat ini emang rindang, bahkan cahaya matahari gak bisa tembus, pantes aja macan doyan tinggal disini. Semoga kita gak ketemu lah ya sama raja utan satu ini …

image

Istirahat Ces …

image

Bangku Panjang … Pos1 … 10.16 WIB.

Setelah 1 jam perjalanan dari pintu rimba akhirnya sampe juga di pos 1, Pos Bangku Panjang … Kenapa dibilang bangku panjang? Soalnya disini ada batu panjang yang sengaja dibikin buat istirahat para pendaki#mungkin.

image

Istirahat itu emang nikmat …

Perjalanan dilanjutkan, dan akhirnya sampe di Pos 2 … Batu Lumut namanya, Kenapa dibilang batu lumut? Karena ada batu disini pada lumutan #asumsi … Waktu tempuh dari Pos 1 ke Pos 2 gak begitu jauh, cuma sekitar 40 menit.

image

Batu Lumut … Pos2… 10.57 WIB …

Istirahat dulu deh, capeknya kerasa… trek dari pos 1 ke pos 2 dan menuju pos 3 masih sama, treknya basah, ada tanjakan dan sedikit tanah landai, dan yang pasti cuaca keliatan mendung, soalnya matahari ketutupan dedaunan yang rindang. Setelah 50 menit perjalanan akhirnya sampe juga di pos 3.

Sebenernya kecepatan bukanlah hal penting dalam pendakian, buat apa cepat jiga tidak menikmati, maka ketika hendak mendaki, ingatlah satu hal, tujuanmu untuk menikmati alam dan mensyukuri apa yang diciptakanNya bukan untuk menakhlukannya.

image

Pondok Panorama … Pos 3 … 11.45 WIB.

image

Poonnya gede banget ya brur …

image

Kayak ginilah treknya … basah …

Pendakian harus tetep dilanjutkan, dari pos 3 kami berjalan menuju Shelter 1. Pendakian masih dengan trek yang sama, kondisi becek harus kami jalani. Sesewaktu kami istirahat untuk menghilangkan rasa lelah dan pegal yang ada.

Sesampainya di Shelter 1 kami memutuskan buat istirahat, maklum perut udah gak bisa boong. Rasa lapar melanda, dan kami tentu harus makan untuk mengisi perut yang kosong. Saatnya dua koki beraksi, Tiwi dan Iim akhirnya memasak logistik yang kami bawa, dan mereka mengeluarkan masakan andalan, yaitu Rendang Spesial.

image

Shelter 1 …

Hujanpun turun begitu deras, dan itu artinya kami harus sedikit lebih lama beristirahat, sambil makan rendang ditemani segelas teh hangat … semuanya terasa nikmat.

"Di Gununglah salah satu tempat yang membuat kita bersyukur dan menghargai pada makanan yang terkadang kita hamburkan, di Gunung kita menghargai betapa beharganya air minum yang sering kita tumpahkan, Ilmu hidup yang penting untuk dicerna, membawa manusia pada hakekat seutuhnya sebagai MakhlukNya dengan penuh rasa cinta dan syukur".-Geopacker.

Gunung yang mempersatukan kami, atau ini takdirNya. Mereka teman baru yang menyenangkan, bahkan mungkin setelah ini akan lebih dari itu. Berteman, bersahabat, saling menghargai satu sama lain semuanya terasa indah, inilah kita … manusia, yang diciptakan bukan untuk sendiri, melainkan untuk berbagi, untuk menjadi seseorang yang bermanfaat, menjadi seseorang yang berarti.

Terkadang proses itu terasa sulit, wajar … manusia mempunyai ego yang berlebih, tapi untuk mereka yang mau belajar pada sesamanya, maka merekalah yang akan mendapatkan hikmahnya. Kita memang bisa membuat sesuatunya sendiri, tapi tanpa mereka hasil itu tiada arti, tanpa arti semuanya hambar, maka dengan cinta segala sesuatunya akan terasa lebih renyah.

Shelter 2, 20.00 WIB …

Mentari sudah tenggelam, yang tersisa hanyalah sorot lampu yang kami bawa dari rumah untuk penyinaran. Sesekali keluh kesah hadir memecah keheningan malam, tapi semua itu luntur oleh semangat kawan yang tiada henti terus ada bersama.

Mungkin sebelumnya kami tidak saling mengenal, tapi kini seiring berjalannya waktu, kami tau siapa diri, siapa kamu, dan siapa kami.

Kini badan mulai terasa berat, kabut mulai menyelimuti asap, suhu udara sudah terasa berbeda, kini semua terasa dingin. Mencoba untuk semangat dengan tenaga yang tersisa. Kami mencoba mengisi energi dengan cemilan kami bawa, minum secukupnya, dan tentu berbagi.

Shelter 3, 22.00 WIB …

Mungkin ini sudah sangat larut, tadinya kami sempat berfikir akan mendirikan tenda di Shelter 2, tapi kata “tanggung” sudah masuk didalam pikiran kami yang sudah mulai membeku.

Bahkan rasa lelah itu sudah tidak ada, kami coba berfikir didepan akan ada tempat yang nyaman untuk kami bisa beristirahat.

Tawa canda membawa semuanya lebih ceria, sembari melihat bintang, semuanya tersenyum. Gue dan Harlan mendaki paling belakang, dan disini kami saling bercerita tentang kehidupan.

Gue sangat menikmati pendakian ini, bahkan lupa bahwa gue baru terkena sakit typus seminggu lalu, mereka yang membawa semangat dan menumbuk mental yang meyakinkan, bahwa diri ini mampu untuk medaki.

2 jam perjalanan akhirnya kami tiba di Shelter 3, dan disini kami mendirikan tenda. Malam itu gue, harlan, fadhil dan ka Rifal ada dalam satu tenda, sedangkan ka iim, tiwi, dan yonggi ada ditenda yang lain.

Semuanya nampak kelelahan, namun pancaran sinar rasa senang itu tidak dibohongi, kami begitu menikmati apa yang ada sekarang. Persiapan untuk besok menuju puncak Anggara, Gunung Kerinci, 3805 Mdpl.

image

Hunting Foto …

16 Agustus 2014, 05.00 WIB.

Semuanya sudah untuk mendaki puncak, setelah bersiap dengan segala perlengkapan, kami berkumpul untuk berdo’a, semoga bonus itu bisa kami dapatkan atas perjuangan pendakian ini.

Trek berpasir siap kami lalui, dengan berhati-hati langkah kaki ini memilih pijakan supaya tidak terjatuh. Maju 1 langkah, mundur 2 langkah, kaki ini sudah lelah, tapi gue gak boleh berhenti, sebentar lagi sampai.

image

Menanti Fajar …

2 jam pendakian akhirnya kami sampai di Puncak Gunung Kerinci !!!

image

Sunrise …

image

Just feel free …

image

Santei …


image

Golden Sunrise …

image

Awan …

image

Puncak Gunung Kerinci …

image

Puncak Gunung Kerinci …

image

Gunung Tujuh dari Puncak Gunung Kerinci.


image

Smiley …


image

Yeay …


image

Golden Team …

image

Ada yang abis di Wisuda …

image

Semua senang … Alhamdulillah.

image

Magmadipa I Love U …

image

Just For You …

image

Salam Cinta dari Puncak …

Semua begitu senang, menikmati panorama yang begitu sedap di pandang mata. Tapi ini bukan tujuan akhir, bonus itu akhirnya didapatkan, namun perjalanan belum selesai, saat memulai mendaki, maka kita harus siap untuk turun.

Walau badan sudah lemas, tapi kami harus segera turun. Seharusnya kami ikut serta memeriahkan kemerdekaan Republik Indonesia esok hari, namun kami sadar diri, badan sudah lelah, logistik sudah habis, dan ini sudah lebih dari cukup kami menikmati Gunung Kerinci, kini saatnya Pulang, dengan selamat tanpa ada kurang satupun.

Saatnya Turun …

Faktanya kami baru turun gunung setelah dzuhur, sekitar pukul 12.30 WIB. Rasa malas dan lelah harus kami lawan, hari ini kami sudah siap untuk turun gunung.

Perjalanan turun tentu lebih cepat, karena logistik yang kami bawa sudah separuhnya dihabiskan, persediaan minumpun kini sudah semakin menipis. Dehidrasi kini menghantui, tapi kami percaya, kami yakin bahwa kami bisa melalui semua ini bersama.

Dari Shelter 3 ke Shelter 1 menghabiskan waktu sekitar 5 jam, hari sudah mulai gelap. Istirahat sejenak dan berdiskusi bersama, apakah perjalanan turun akan kami lanjutkan, mengingat waktu yang sudah menuju malam.

Setelah berfikir sejenak, entah dengan pikiran dingin atau beku, tapi yang jelas kami harus turun hari ini, dengan kondisi pakaian yang sudah dipenuhi lumpur, dengan logistik yang sudah habis, dan persediaan air minum yang menipis, kami memilih untuk segera turun. Walau katanya turun di waktu malam itu cukup berbahaya, mengingat lintasan yang dilalui begitu terjal, becek, dan gelap.

Kami dihadapkan tidak pada banyak pilihan, maka insting yang bekerja, dan do’a menjadi kunci utama dalam perjalanan pulang ini. Suara burung dan jangkrik, kini menemani perjlanan kami. Hutan ini sangat rindang, sedikit seram, dan kami kadang terkaget dengan suara hewan yang saling menyapa.

Raja Hutan semoga tidak sedang melewati trek yang kami lalui, tapi satu hal yang pasti kita tidak perlu merasa takut dengan segala hal yang akan terjadi, ketakukan yang membuat semuanya berantakan, karna pada hakikatnya hewan akan takut pada manusia, dan selama manusia tidak mengganggunya. Lantas bagaimana dengan hal mistik yang diceritakan orang-orang?

Semua tempat mempunyai itu, dan disinilah bagaimana cara kita memposisikan diri untuk saling menghargai, untuk saling berjalan dan meyakini eksistensi yang ada di suatu dimensi, maka semuanya tak ada yang perlu dikhawatirkan, dan satu yang penting, “Do’a” sebagai kunci, berpasrah diri, itu yang akan membuat semuanya tenang.

Pukul 23.00 WIB akhirnya kami baru sampai di pos pendakian, untunglah kami sudah sampai disini, semuanya terlihat kelelahan, dan tentunya kehausan, karna dari Pos 1 air minum kami sudah habis.

Saat ini gue dan Harlan lagi ngehubungin homestay yang bisa kami tinggali untuk beristirahat malam ini, dengan searching dan bertanya sana sini, akhirnya tempat itu kami tuju, dan tentu kami kesana dengan angkutan yang tadi siang mengantar kami ke pos pendakian.

Homestay bagaikan tempat terindah saat ini, dimana kami bisa beristirahat, dan mengisi energi kembali. Semuanya tampak menikmati istirahat malam ini, begitupun gue … dan Esok perjalanan akan dilanjutkan :)) … Terimakasih semuanya,.

Thanks to Allah, Ayah dan Ibu, buat temen-temen di perjalanan, buat semuanya yang udah ada dan membantu.


Budget Perjalanan :

Berangkat :

Tiket Pesawat Cengkareng-Jambi : Rp. 500.000,

Travel Jambi-Kerinci : Rp. 120.000,

Angkutan Umum Pasar-Tugu Macan : Rp.15.000,

Carter angkot Tugu Macan-Pos : Rp. 10.000,

Registrasi : Rp.5000,

Homestay: Rp. 50.000

Total : Rp. 660.000

Pulang :

Tiket Pesawat Palembang-Halim : Rp.380.000,

Travel Kerinci Jambi : Rp.120.000,

Bis Jambi-Palembang : Rp. 50.000,

Total : Rp. 550.000,