Selasa, 04 Agustus 2015

Traveller Sejati ! Syukur atau Kufur (?)


Traveller Sejati ! Syukur atau Kufur (?)

Danau Sagara Anak, Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, 2013.

Udah lama ya gak maen di dunia maya, dunia dimana gue bercerita, dunia dimana gue menuliskan unek-unek gue, entah gue udah bosen buat nulis atau gue lupa cara nulis, tapi yang jelas gue jenuh. Cuman, ada banyak hal yang membuat gue semangat buat nulis lagi, karena satu hal yang pasti, ketika gue gak bisa menyampaikan itu dengan lisan, maka tulisan adalah jalan terbaik yang bisa gue lakuin untuk menyampaikan maksud hati, untuk menyampaikan kebaikan, menyampaikan sedikit ilmu yang gue punya, intinya menulis adalah berbagi, menulis adalah cara gue mencurah, dan dari menulis semuanya terasa dekat, bukan untuk menjadi guru, hanya ingin menjadi teman yang saling mengingatkan tentang kebaikan. Gue menulis seperti ini bukan berarti gue sudah baik, gue disini cuma nulis apa yang gue tau, gue denger dan gua pahamin dari orang-orang baik yang selalu bercerita baik, gue hanya sekedar menyampaikan.

Gue bukan traveller ataupun bloger sejati, gue hayalah manusia biasa yang mencoba buat berkata tentang sedikit cerita yang pernah menjadi pengalaman kecil namun berarti buat diri gue. 

Buat kalian yang ngerasa jadi traveller sejati, sejatinya semua manusia memanglah traveller, ya …? kita adalah pejalan, kita adalah waktu yang diciptakan untuk menjadi penjaga ataupun perusak dimuka bumi ini, menebarkan kebaikan atau keburukan, dan akhir dari perjalanan ini adalah kembali. Kita adalah makhluk, kita diberi waktu terbatas, diberi perlengkapan, petujuk bagi iya yang berfikir, rizki yang cukup bagi iya yang bersyukur, dan diberi tugas bagi iya yang sadar, untuk apa ? iya, untuk berjalan, untuk menjadi traveller sejati, dan kembali pada sang Pencipta dan kemudian mempertanggungjawabkan apa yang sudah dijalani selama kita berjalan.

Sadarkah, manusia berjalan untuk kembali, iyaa … gue, orang tua gue, keluarga, teman, guru,  semuanya yang ada dimuka bumi ini, kita adalah pejalan, bisa dalam arah yang benar dan bahkan tersesat. Setiap orang diberikan cara, arah atau petunjuk, perlengkapan, jalan yang berbeda. Tuhan sudah memberikan skenario terbaikNya, petualangan terbaik untuk masing-masing makhluk yang lahir dimuka bumi ini. Dia memberikan makhluk ciptaanNya kebebasan untuk menjalani hidup, tapi bagi iya yang selalu sadar akan rahmatNya, itulah orang-orang yang beruntung, tapi bagi orang yang masih ada dalam jalan yang sesat semoga Allah memberikan rahmat dan hidayahNya. Namun hidayah akan datang hanya untuk orang yang menjemputnya.

Pendaki (?) Syukur atau Kufur (?)

Hai …, sapaan ini dari gue sang pendaki amatiran, sapaan ini gue tunjukkan buat kalian yang merasa sudah menjadi pendaki sejati, yang merasa mencintai alamNya, yang selalu memberi slogan “SALAM LESTARI” setiap kali bertemu, kalian yang katanya penikmat alam, kalian yang menjadikan gunung sebagai pelarian, untuk menenangkan diri, bersantai, atau sekedar bermain bersama atau pula hanya sekedar foto dan kemudian di posting di media sosial dengan berbagai maksud dan tujuan. Sadarlah … sadarkan gue, sadarkan dia dan mereka, sadarkan orang-orang yang katanya menikmati alamNya, yang katanya mencintai alam, mensyukuri nikmat. Sadarkah ? apa yang sudah kita lakukan selama mendaki ? sadarkah sudah berapa banyak pohon yang ditebang untuk dibakar kayunya (?), mata air yang menjadi kotor karena limbah yang kita buat, sadarkah ekosistem yang rusak dan burungpun berterbangan mencari rumah barunya, sadarkah sampah yang sudah kita tumpuk dan ditinggalkan begitu saja, dan sadarkah sudah berapa rakaat shalat yang kita tinggalkan (?)

Syukur atau Kufur ?

Sudah saatnya kita berfikir, gunung adalah tempat makhlukNya tinggal, bukan hanya manusia, tapi juga hewan, bahkan jin semua hidup dalam satu rumpun, janganlah sesekali menjadi kufur ? janganlah menjadi pengganggu karena kita hanyalah orang asing yang hendak berkunjung, janganlah bawa kesombonganmu, bahkan dibandingkan dengan pohon yang tingginya 3 meter, kita terlihat kecil, apalagi dengan gunung, lantas apa yang mau disombongkan ?. Tuhan yang engkau Agungkan hanya dalam status media sosial saja, tidak membutuhkan kita untuk mendaki gunung hanya untuk mencari ketenangan, karena kunci ketenangan adalah Shalat dan sabar. Lantas untuk iya yang melupakan shalat ketika hendak mendaki, yang katanya bersyukur namun tidak menjalankan ibadahNya, dan mendaki hanya untuk berzina dan mabuk-mabukan, layakkah itu disebut Syukur? atau Kufur?.

Allah tidak menyuruh kita untuk mendaki gunung, menyelami lautan, berjalan kedalam goa, Allah hanya memberi makhlukNya yang hidup dimuka bumi ini untuk beribadah kepadaNya, tapi apakah Dia membutuhkan itu semua ? Tidak. Sadarkah, Allah tidaklah membutuhkan ibadah kita, tapi kitalah yang butuh untuk menyembahNya, menyebut namaNya, menjalankan dan menjauhi laranganNya, kita yang semestinya bersyukur atas nikmat-nikmat yang Dia berikan. Contoh kecil, kita diberikan oksigen gratis olehNya, coba bayangkan bila oksigen itu harus dibeli, manusia tidak akan pernah sanggup untuk memenuhinya dan akan mati tanpanya. Tapi dengan Maha Pemurahnya, Allah memberikan kita nikmat yang tiada tara, oksigen Dia berikan setiap harinya tanpa kita harus membayarnya, nah, apalagi yang membuat kita lupa akan nikmatNya, apalagi yang membuat kita sungkar untuk beribadah kepadaNya ?

Pendaki sejati adalah iya yang senantiasa ingat kepadaNya, selalu ingat untuk beribadah walau ditengah jalan yang sulit, selalu ingat untuk berdizikir disetiap langkah pendakian, hanya kerendahan hati yang dibawa dan kesombongan iya tinggalkan, iya yang membawa niat kebaikan, gunung adalah tempat yang suci, mendaki gunung bukan untuk hanya sekedar membuang sampah sembarangan, menebang pohon seenaknya, atau bahkan melakukan hal keji seperti berzina dan mabuk-mabukan, maka iya yang berbuat seenaknya sadarlah bahwa gunung adalah ciptaanNya, yang sudah banyak memberi manfaat kehidupan untuk makhluk lainnya, bahkan seutuhnya dimanfaatkan oleh manusia. 

Gue hanyalah pendaki amatiran yang mengaja diri gue juga kalian yang memang mencintai alamNya untuk saling menyadarkan akan hakikat pendakian sejati, menjaga ekosistem, saling menghormati, merendah dan tidak merendahkan, mengubur kesombongan, dan senantiasa menjadi ibadah sebagai satu hal yang hakiki untuk dijalankan, sehingga membuat kita menjadi dekat denganNya, membuat kita bersyukur akan NikmatNya bukan menjadikan kita makhluk yang Kufur, sehingga seutuhnya kita senantiasa mendapatkan rahmatNya, untuk apa ? untuk bekal perjalanan kita yang waktunya terbatas, yang membuat kita selalu ingat bahwa manusia adalah makhluk mikro yang lemah, tanpa pertolongan dan nikmatNya manusia tiadalah guna, maka mari jadikan kita makhluk yang bermanfaat untuk sesama, saling mencintai dan menjaga sesama manusia dan makhlukNya.

-anonim, 05-08-2015. 12.40 WIB.